Artikel yang membahas tentang teori-teori perubahan sosial seperti teori evolusi budaya, teori konflik, teori fungsionalis, dan teori siklis yang dilengkapi dengan penjelasannya masing-masing.
Ada beberapa teori yang membahas tentang perubahan sosial budaya. Beberapa ahli yang mengemukakan teori tersebut, di antaranya sebagai berikut.
Menurut Tonnies, masyarakat akan berubah dari tipe masyarakat sederhana yang mempunyai hubungan erat dan kooperatif menjadi tipe masyarakat besar yang memiliki hubungan yang terspesialisasi dan impersonal.
Perubahan-perubahan tersebut tidak selalu membawa kemajuan, kadang juga membawa perpecahan dalam masyarakat, individu menjadi terasing, dan lemahnya ikatan sosial seperti yang terjadi dalam masyarakat perkotaan.
Menurut teori ini, konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok tertindas dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial.
Teori ini berpedoman pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial.
Konsep kejutan budaya (cultural lag) dari William Ogburn berusaha menjelaskan perubahan sosial dalam kerangka fungsionalis ini.
Menurutnya, meskipun unsur-unsur masyarakat saling berhubungan satu sama lain, beberapa unsur lainnya tidak secepat itu sehingga tertinggal di belakang.
Ketertinggalan itu menjadikan kesenjangan sosial dan budaya antara unsurunsur yang berubah sangat cepat dan unsur-unsur yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menyebabkan adanya kejutan sosial dan budaya pada masyarakat.
Ogburn menyebutkan perubahan teknologi biasanya lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial seperti kepercayaan, norma, nilai-nilai yang mengatur masyarakat sehari-hari.
Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan kejutan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku yang baru, meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.
Dalam setiap masyarakat terdapat siklus yang harus diikutinya. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban (budaya) tidak dapat dielakkan, dan tidak selamanya perubahan sosial membawa kebaikan.
Oswald Spengler mengemukakan teorinya bahwa setiap masyarakat berkembang melalui empat tahap perkembangan seperti pertumbuhan manusia, yaitu: masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan tua.
Ia merasa bahwa masyarakat barat telah mencapai ‘masa kejayaannya’ pada masa dewasa, yaitu selama zaman pencerahan (renaissance) abad ke- 18. Sejak saat itu tidak terelakkan lagi peradaban Barat mulai mengalami kemunduran menuju ke masa ‘tua’.
Tidak ada yang dapat menghentikan proses ini. Seperti yang terjadi pada peradaban Babilonia, Mesir, Yunani, dan Romawi yang terus mengalami kemunduran hingga akhirnya runtuh.
Arnold Toynbee, sejarawan Inggris, menambahkan bahwa kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban bisa dijelaskan melalui konsep-konsep masyarakat yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu tantangan dan tanggapan (challenge and response).
Dia mengamati bagaimana tiap-tiap masyarakat menghadapi tantangan-tantangan alam dan sosial dari lingkungannya. Jika suatu masyarakat mampu merespon dan menyesuaikan diri dengan tantangan-tantangan tersebut, maka masyarakat itu akan bertahan dan berkembang.
Sebaliknya, jika tidak maka akan mengalami kemunduran dan akhirnya punah. Menurut Toynbee, jika satu tantangan sudah bisa diatasi akan muncul tantangan baru lainnya yang harus dihadapi masyarakat dalam bentuk interaksi timbal balik dengan lingkungannya.
Ada beberapa teori yang membahas tentang perubahan sosial budaya. Beberapa ahli yang mengemukakan teori tersebut, di antaranya sebagai berikut.
a. Teori Evolusi (Evolutionary Theory)
Tokoh yang berpengaruh pada teori ini adalah Emile Durkheim dan Ferdinand Tonnies. Menurut Durkheim, perubahan karena evolusi mempengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, terutama yang berhubungan dengan kerja.Menurut Tonnies, masyarakat akan berubah dari tipe masyarakat sederhana yang mempunyai hubungan erat dan kooperatif menjadi tipe masyarakat besar yang memiliki hubungan yang terspesialisasi dan impersonal.
Perubahan-perubahan tersebut tidak selalu membawa kemajuan, kadang juga membawa perpecahan dalam masyarakat, individu menjadi terasing, dan lemahnya ikatan sosial seperti yang terjadi dalam masyarakat perkotaan.
Gambar: Terori Perubahan Sosial |
b. Teori Konflik (Conflict Theory)
Tokoh dalam teori ini adalah Ralf Dahrendorf. Menurut Ralf Dahrendorf, semua perubahan sosial merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. Ia yakin bahwa konflik dan pertentangan selalu ada dalam setiap bagian masyarakat.Menurut teori ini, konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok tertindas dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial.
Teori ini berpedoman pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial.
c. Teori Fungsionalis (Functionalist Theory)
Teori fungsionalis berusaha melacak penyebab perubahan sosial sampai ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi mempengaruhi mereka.Konsep kejutan budaya (cultural lag) dari William Ogburn berusaha menjelaskan perubahan sosial dalam kerangka fungsionalis ini.
Menurutnya, meskipun unsur-unsur masyarakat saling berhubungan satu sama lain, beberapa unsur lainnya tidak secepat itu sehingga tertinggal di belakang.
Ketertinggalan itu menjadikan kesenjangan sosial dan budaya antara unsurunsur yang berubah sangat cepat dan unsur-unsur yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menyebabkan adanya kejutan sosial dan budaya pada masyarakat.
Ogburn menyebutkan perubahan teknologi biasanya lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial seperti kepercayaan, norma, nilai-nilai yang mengatur masyarakat sehari-hari.
Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan kejutan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku yang baru, meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.
d. Teori Siklis (Cyclical Theory)
Teori ini mempunyai perspektif (sudut pandang) yang menarik dalam melihat perubahan sosial. Teori ini beranggapan bahwa perubahan sosial tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapa pun, bahkan orang-orang ahli sekalipun.Dalam setiap masyarakat terdapat siklus yang harus diikutinya. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban (budaya) tidak dapat dielakkan, dan tidak selamanya perubahan sosial membawa kebaikan.
Oswald Spengler mengemukakan teorinya bahwa setiap masyarakat berkembang melalui empat tahap perkembangan seperti pertumbuhan manusia, yaitu: masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan tua.
Ia merasa bahwa masyarakat barat telah mencapai ‘masa kejayaannya’ pada masa dewasa, yaitu selama zaman pencerahan (renaissance) abad ke- 18. Sejak saat itu tidak terelakkan lagi peradaban Barat mulai mengalami kemunduran menuju ke masa ‘tua’.
Tidak ada yang dapat menghentikan proses ini. Seperti yang terjadi pada peradaban Babilonia, Mesir, Yunani, dan Romawi yang terus mengalami kemunduran hingga akhirnya runtuh.
Arnold Toynbee, sejarawan Inggris, menambahkan bahwa kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban bisa dijelaskan melalui konsep-konsep masyarakat yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu tantangan dan tanggapan (challenge and response).
Dia mengamati bagaimana tiap-tiap masyarakat menghadapi tantangan-tantangan alam dan sosial dari lingkungannya. Jika suatu masyarakat mampu merespon dan menyesuaikan diri dengan tantangan-tantangan tersebut, maka masyarakat itu akan bertahan dan berkembang.
Sebaliknya, jika tidak maka akan mengalami kemunduran dan akhirnya punah. Menurut Toynbee, jika satu tantangan sudah bisa diatasi akan muncul tantangan baru lainnya yang harus dihadapi masyarakat dalam bentuk interaksi timbal balik dengan lingkungannya.
0 Response to "Teori-teori Perubahan Sosial menurut Para Ahli"
Posting Komentar